Nama : Andhika
Hidayaturrahman
NIM : 19417141031
Matkul : Profesionalisme
SDM
UJIAN
TENGAH SEMESTER MATA KULIAH PROFESIONALISME SDM
Sumber : Kompas.com
Dunia
terutama Indonesia tahun 2020 menghadapi situasi sulit yaitu adanya COVID-19,
di Indonesia tepatnya terdapat kasus pertama pada awal Maret 2020 yang sampai
sekarang masih menyebar walaupun sekarang sudah menunjukkan landainya kasus
COVID-19 ini. Di tengah pandemic yang mewabah ini, Indonesia dikejutkan pada 6 Desember
2020 bahwa telah ditetapkan tersangka yaitu Menteri Sosial yaitu Juliari P.
Batubara terkait kasus korupsi bantuan sosial COVID-19, Julairi tidak sendiri
ia dibantu oleh beberapa pejabat di Kemensos dan pihak swasta yaitu Matheus
Joko Santoso dan Adi Wahyono selaku pejabat pembuat komitmen, serta Ardian dan
Harry selaku dari pihak swasta. Dari kasus korupsi ini, negara rugi sebesar 17
miliar.
Contoh
korupsi di Kementerian Sosial tersebut merupakan salah satu permasalahan yang
timbul di lembaga professional terutama di lembaga pemerintahan, seharusnya
bantuan sosial tersebut adalah untuk kesejahteraan masyarakat di tengah kondisi
sulit pandemi, tetapi malah diselewengkan oleh “oknum” yang tidak akuntabel. Korupsi
memang bukan lagi permasalahan yang asing di lembaga professional dan rawan
dilakukan oleh lembaga pemerintahan. Korupsi ini terjadi karena banyak faktor
yaitu :
Faktor
Internal
1.
Sifat
Serakah Manusia
Manusia terkadang tidak sadar diri,
padahal sudah sangat berkecukupan tapi masih ingin selalu “memperkaya” diri
sehingga sifat ini sangat dekat dengan tindakan korupsi.
2.
Sifat
Materialistik dan Konsumtif
Ansari Yamamah (2009) menjelaskan bahwa
perilaku materialistik dan konsumtif terjadi tanpa ada control dari diri
sendiri serta sistem politik yang mengandalkan materi dan uang, maka hal ini
dapat mengakibatkan adanya politik uang dan korupsi. Gaya hidup konsumtif yang
tidak dibarengi oleh pendapatan yang memadai untuk menunjang gaya hidup maka
akan menimbulkan pelaung yang besar untuk korupsi seperti contohnya mantan
menteri sosial Juliari Batubara yang menggunakan uang hasil korupsi sebesar 17
miliar untuk kepentingan gaya hidupnya.
3.
Moral
dan Etika yang Tidak Kuat
Manusia yang memiliki moral dan etika
yang tidak kuat cenderung mudah tergoda akan kenikmatan sesaat dari korupsi.
Godaan tersebut bisa dari atasan, bawahan, teman setingkat, atau pihak lain
yang punya kesempatan akan hal itu.
Faktor
Eksternal (Keluarga dan Masyarakat)
1.
Dorongan
Keluarga
Dalam aliran behavioral menjelaskan
bahwa lingkungan sosial salah satunya keluarga seringkali memberi dorongan yang
sangat kuat untuk seseorang dalam
tindakan korupsi yang juga dikuatkan dengan banyaknya anggota keluarga yang
memberikan perlindungan kepada salah satu anggotanya yang melakukan tindak
pidana korupsi (Karsono, 2011 dalam Indah Sri Utari 2011).
2.
Adanya
Kebiasaan atau Hal Lumrah Dalam Masyarakat Tentang Korupsi
Masyarakat
sebenernya sudah paham akan praktik korupsi, tetapi bukannya dicegah atau
dilaporkan jika ada hal tersebut terjadi tetapi hanya didiamkan saja yang
lama-lama korupsi ini terus berjangkit di masyarakat dan dianggap hal yang
lumrah karena korupsi dianggap sebagai hal untuk mempermudah urusan di
masyarakat.
3.
Kurangnya
Kesadaran dari Masyarakat bahwa Korban Utama dari Korupsi adalah Masyarakat
Sendiri
Banyak masyarakat yang masih beropini
bahwa tindakan korupsi menyebabkan negara yang rugi. Padahal, logikanya jika
negara dirugikan masyarakat pasti dirugikan juga karena masyarakat adalah
bagian dari negara karena jika adanya korupsi maka pembangunan di segala bidang
akan terhambat dan masyarakat bisa kehilangan akses layanan publik (Karsono,
2011; Indah Sri Utari, 2011; Tanzi, Vito, dan Hamid Davoodi, 1997)
Faktor
Ekonomi dan Politik
Dalam kaitan dengan aspek politik, control
sosial adalah proses yang butuh untuk
dilakukan untuk membuat orang terpengaruh untuk tidak melakukan korupsi, tetapi
pada kenyatannya, Lemahnya kontrol sosial yang ada dimasyarakat terhadap
pemeberantasan korupsi mampu membuat praktik-praktik korupsi tetap berkembang
di tengah masyarakat (Karsono, 2011; Indah Sri Utari, 2011).
Faktor
Organisasi
1.
Budaya
Organisai yang Tidak Baik
Budaya organisasi yang tidak dikelola
dengan baik maka akan mengakibatkan situasi yang tidak kondusif dalam kehidupan
berorganisasi yang salah satunya menyebabkan tindakan korupsi
2.
Pemimpin
yang Tidak Bisa Dijadikan Teladan
Pemimpin memegang peranan penting dalam
organisasi, jika pemimpin tidak bisa memberi teladan yang baik bagi bawahannya
maka kemungkinan besar bawahan bisa melakukan penyelewengan tanggung jawab atau
bahkan korupsi
3.
Akuntabilitas
yang Tidak Dijalankan oleh Organisasi
Ketidakjelasan organisasi dalam
mewujudkan visi dan misi, tujuan, serta saran organisasi mengakibatkan
organisasi lain atau lembaga peniali sulit untuk melakukan penilaian atas
keberhasilan atau kegagalan organisasi. Hal ini mengakibatkan organisasi kurang
efisien dalam menggunakan sumber daya yang dimiliki dan membuka ruang untuk
terjadinya korupsi.
4.
Lemahnya
Sistem Pengendalian Manajemen dan Pengawasan
Seringkali terjadi bahwa sistem
pengawasan internal ataupun eksternal tidak berjalan secara efektid karena
adanya tumpang tindih dalam hal pengawasan, kurangnya kualitas, dan
profesionalitas pengawasan, serta ketidakpatuhan pengawas terhadap etika hukum pemerintah
(Ardyanto, 2002; Karsona, 2011).
Memang, banyak
faktor yang menyebabkan korupsi merajalela dimana-mana tidak terkecuali di
Kementerian Sosial, korupsi memang sudah dikategorikan sebagai patologi dalam
kehidupan masyarakat dan parahnya lagi masyarakat sudah menganggap hal ini
adalah hal yang lumrah. Oleh karena itu, untuk mencegah timbulnya korupsi
terutama di lingkungan Kementerian Sosial, ada beberapa solusi agar tidak
terjadi korupsi bantuan sosial lagi yaitu
1.
Perbaikan
Kualitas Data
Dilakukan
dengan cara sinkronisasi data dengan data kependudukan Indonesia.
2.
Pengubahan
Mekanisme Penyaluran Bantuan
Menteri
Sosial, Tri Rismaharini mengubah mekanisme penyaluran bantuan sosial dengan lansgung mengirimkan bantuan tunai
langsung ke rekening penerima sehingga meminimalisir terjadinya korupsi.
3.
Bermitra
dengan Bank Indonesia, OJK, Fintech, dan E-Commerce
Kemitraan
ini dilakukan agar masyarakat penerima bansos tidak hanya bisa membelanjakan
bantuannya di aplikasi E-warong tetapi
bisa dimana saja menggunakan fitur-fitur tersebut.
REFERENSI
:
Tatang Guritno, “Risma Jelaskan Langkah Cegah
Korupsi Bansos; Sinkronkan Data hingga Transfer ke Rekening Penerima”, dalam
Kompas.com, 26 Juli 2021
Wahyuni Sahara, “Awal Mula Kasus Korupsi Bansos
COVID-19 yang menjerat Juliar hingga Divonis 12 Tahun Penjara”, dalam
Kompas.com, 23 Agustus 2021
Wilhelmus, O. R. (2018). Korupsi: Teori, Faktor
Penyebab, Dampak, Dan Penanganannya. JPAK: Jurnal Pendidikan Agama Katolik,
17(9), 26–42. https://doi.org/10.34150/jpak.v17i9.44
Komentar
Posting Komentar